Antara Kasturi Dan Wangi Kasturi


“Kami rindu untuk bertemu denganmu,” kata guru. “Tetapi sejak kami tahu engkau sedang sibuk dengan urusan kesejahteraan orang-orang, kami tidak akan mengganggumu.”

“Itu sudah menjadi kewajiban kami,” kata pangeran. “Sekarang masa darurat telah berakhir, maka kami pasti akan mengunjungi Anda,”

“Itu tidak berbeda,” guru berkata. “Semuanya sama. Engkau demikian bermurah hati hingga segala hal sama bagimu. Bagaimana seseorang mampu berbicara tentang masalah? Maka, sejak kami tahu hari ini engkau berhubungan dengan perbuatan baik dan perbuatan murah hati, kami pasti akan menolongmu.”

Kami sedang memikirkan apakah seseorang mesti mengambil dari manusia yang memiliki keluarga untuk diberikan kepada yang memiliki apa-apa. Kaum Tekstualis mengatakan bahwa orang mesti diambil dari yang berkeluarga dan memberikan kepada yang tidak memiliki keberuntungan. Dengan pengamatan yang lebih dekat dengan ungkapan terakhir sama sekali tak bisa diharapkan. Apabila manusia spiritual yang memahami hakikat menyerang orang lain dengan memecahkan kepala dan hidungnya, setiap orang akan melihat yang terakhir adalah kelompok terluka. Tapi pada hakikatnya, kelompok terluka adalah orang yang menyarangkan pukulan.

Pelaku kesalahan adalah yang berbuat tidak atas kesenangan terbaiknya. Yang terpukul dan kepalanya pecah adalah pelaku kesalahan, sedangkan yang menyarangkan pukulan tentulah kelompok yang terluka. Karena dia memahami hakikat dan terserap di dalam Tuhan, perbuatannya adalah perbuatan Tuhan, dan Tuhan tidak dapat disebut pelaku kesalahan. Demikian halnya, Nabi Muhammad ketika membunuh, menumpahkan darah, dan merampas : mereka yang terbunuh dan terampas adalah pelaku kesalahan, Nabi Muhammad adalah kelompok yang terluka.

Sebagai contoh, orang Barat tinggal di Barat dan orang Timur datang ke barat. Yang menjadi “orang asing” adalah orang Barat. Orang asing macam apa yang datang dari Timur? Karena seluruh dunia tidak lain kecuali satu rumah, dia tentu sekedar pergi dari satu ruang ke ruang lain. Dari sudut satu ke sudut lain. Bukankah dia masih di dalam rumah itu juga? Demikian halnya, orang Barat yang telah memahami hakikat ketika dia pergi meninggalkan rumah. Betapa pun Nabi Muhammad telah bersabda, “Islam dimulai dengan keasingan.” Dia tidak mengatakan orang Timur dimulai dengan keasingan.” Maka, ketika Nabi terkalahkan, beliau adalah kelompok yang terluka. Ketika beliau mendapat kemenangan gilang-gemilang dia msih tetap kelompok yang terluka. Di setiap situasi dan setiap waktu, beliau di dalam kebenaran. Dan orang yang berada di kanan adalah kelompok orang terluka.

Nabi Muhammad memiliki rasa kasihan kepada tawanannya. Tuhan mengirim ilham pada hati utusan, dan berfirman:

“Katakan pada mereka bahwa apabila, saat keadaan mereka terborgol dengan rantai, mereka cenderung berbuat baik. Tuhan akan membebaskan mereka, mengembalikan berbagai benda mereka yang hilang, dan memeberi mereka pengampunan dan maaf di kehidupan nanti – dua harta karun, satu yang telah tiada dari mereka dan satu lagi di dunia yang akan datang.”

Pangeran bertanya, “Apabila seorang melakukan suatu perbuatan, apakah keberhasilan dan kebaikan datang dari perbuatan itu sendiri, atau keduanya, adalah berkah dari Tuhan?”

“Kebaikan atau keberhasilan adalah berkah Tuhan.” Kata guru, “tetapi Tuhan memang luar biasa murah hati hingga Dia melengkapkan keduanya untuk menusia. Dia berfirman: “Keduanya milikmu, sebagai ganjaran untuk apa yang telah mereka berbuat.”
(QS. 32 : 17).

“Apabila Tuhan Maha Pemurah.” Kata pangeran, “maka siapa pun yang menari dengan sungguh-sungguh, dia akan menemukan.”

Tetapi tanpa adanya pemimpin, hal itu tak akan terjadi. Ketika orang Israel taat kepada Musa, jalan kering terbuka di lautan untuk mereka lewati. Tetapi begitu mereka mulai menunjukkan penentangan, mereka berkelana di kesengsaraan selama bertahun-tahun. Seorang pemimpin harus selalu menyertai rakyatnya pada saat-saat mereka merasakan kesenangan terbaik.

Pemimpin harus selalu hadir di tengah mereka yang telah terserap untuk taat kepadanya. Sebagai contoh, banyak tentara mengabdi di bawah jenderal. Sejauh mereka tetap taat kepadanya, dia akan mencurahkan kecerdasannya untuk memperhatikan mereka dan akan terikat pada kesenangan terbaiknya. Di sisi lain, apabila mereka melawan, kenapa dia harus mengkhawatirkan urusan mereka?

Kecerdasan di dalam tubuh manusia bagaikan pangeran: sepanjang anggota tubuh berada di dalam ketaatan, semuanya akan berjalan dengan baik, tetapi ketika mereka memberontak, semuanya menjadi rusak. Tidakkah engkau lihat kerusakan yang muncul dari tangan, kaki, dan lidah manusia, anggota tubuhnya, ketika dia mambuk karena minum terlalu banyak anggur? Ketika dia sadar hari esoknya, dia berkata, “Oh, apa yang telah aku lakukan? Kenapa aku terlibat perkelahian? Kenapa aku sedemikian terkutuk? Maka, suatu perkara akan baik sepanjang ada pemimpin di dalam kota dan penduduk yang mentaatinya. Sekarang, sejauh setiap orang taat, yang intelek (akal) akan memikirkan kesenangan terbaik anggotanya.

Apabila, sebagai contoh, akal berpikiran. “Aku akan pergi,” dia hanya akan pergi apabila kaki taat kalau tidak, dia tidak akan berpikir untuk pergi.

Sebagaimana intelek adalah pangeran dari tubuh, orang suci adalah intelek di tengah entitas lain. Di dalam hubungan antara orang suci dan orang-orang biasa, meskipun orang-orang awam memiliki intelek, pengetahuan, kemampuan spekulasi, dan kemampuan untuk belajar sendiri, semuanya tak lebih hanyalah “tubuh” bagi sang intelek. Sekarang, ketika tubuh seseorang tidak taat pada intelek, segala sesuatu berada di dalam kesesatan. Ketika taat, mereka tentu mengikuti apa pun yang dilakukannya.

Karena tidak mampu memahami melalui inteleknya senddiri, mereka tidak boleh menentang pikiran sendiri tetapi mesti taat pada pimpinannya. Ketika kacung magang pada guru penjahit, dia mesti taat. Apabila diberi potongan kecil untuk dijahit, dia harus menjahit potongan kecil itu. Apabila diberi kelim baju, dia mesti menyetik kelim itu. Apabila ingin belajar, dia mesti membuang inisiatifnya sendiri dan benar-benar di bawah aturan gurunya.

Kami berharap bahwa Tuhan akan membawa sebuah keadaan, katakanlah kehendak-Nya, yang berada di atas dan melampaui ribuan pemaksaan dan usaha, karena malam Al-Qadar lebih baik dari seribu bulan
(QS. 97 : 3).

Pernyataan ini serupa dengan perktaan “Satu sentuhan Tuhan ebih baik daripada ibadah seluruh manusia dan jin.” Itu untuk mengatakan, kedatangan kehendak Tuhan adalah hasil dari ratusan ribu usaha. Usaha tambahan memang baik dan berguna – bahkan bermanfaat – tetapi apa yang selanjutnya berguna bagi kehendak?

Pangeran bertanya, “Apakah kehendak mendatangkan usaha?”

“Kenapa tidak?” jawab guru. “Ketika ada kehendak, di sana terdapat pula usaha.” Usaha apa yang dicurahkan Isa hingga bisa berkata dari buaian, “Aku adalah hamba Tuhan Dia telah memeberiku Kitab Injil.”
(QS.19:30)

Yohanes pembaptis menerangkan diri ketika masih berada di dalam rahim ibunya. Ucapan muncul kepada Muhammad Rasulullah tanpa usaha, karena dia dikatakan sebagai, Dia, yang dadanya telah dilapangkan Tuhan
(Qs.39 : 22).

Ketika orang pertama kali dibangunkan dari kesalahan, da rahmat di sana; itu pemberian murni dari Tuhan. Apabila itu, tidak demikian, kenapa orang lain yang mirip Muhammad tidak memilikinya? Rahmat dan kemarahan seperti binaran saat lalat keluar dari api. Pada pertamanaya, binar itu adalah “hadiah”, tetapi ketika engkau meletakkan katun pada binaran itu, lalu menaruhnya, dan menyelimutinya, maka binar itu menjadi “rahmat dan kemarahan”. Pada asalnya manusia itu kecil dan lemah: Manusia diciptakan lemah
(QS.4:28).

Tetapi mirip api, ketika engkau memelihara orang lemah, dia menjadi besar dan memakan seluruh dunia; Api kecil itu menjadi besar : Engkau adalah atak yang agung
(QS. 68: 4).

Aku mengatakan, “Guru kami sangat mencintai Anda.”

Guru mengatakan,”Kedatanganku mau pun perkataanku selalu dipenuhi dengan cintaku. Aku mengatakan apa yang akan datang. Apabila Tuhan berkehendak, Dia akan membuat kata tak berharga ini jadi penuh manfaat. Dia akan menyemayamkan mereka di dalam dadamu dan menjadi mereka amat berguna.

Apabila Dia tidak berkenan, engkau dapat membuat ratusan ribu kata tetapi tidak akan masuk ke dalam hatimu; mereka akan mati dan terlupakan. Mereka akan jadi seperti percikan yang jatuh pada kain lap dan membakar Apabila Tuhan berkehendak, satu percikan itu akan menjadi besar dan menyebar apabila Dia tidak berkehendak, ribuan percikan dapat jatuh pada kain, tetapi semuanya lenyap tanpa jejak.”

Pemilik Surga dan Bumi adalah Tuhan (QS. 48 : 4). Kata-kata itu adalah tentara Tuhan yang bisa membongkar dan menaklukkan benteng atas perintah-Nya. Apabila dia memerintahkan beberapa ribu tentara pergi ke sebuah benteng, tetapi tidak untuk menguasainya, mereka akan berlaku sebagaimana yang diperintahkan. Apabila Dia memerintahkan satu orang tentara untuk mengambil alih benteng, satu tentara itu akan membongkar dan menguasainya. Dia menugaskan satu ngengat untuk menyerang Namrud, dan ngengat itu menghancurkannya.

Dikatakan untuk orang yang mengetahui, satu danaq dan dinar, atau satu singa dan kucing, sama saja. Apabila Tuha memberikan restu-Nya, satu danaq akan berarti ribuan dinar, bahkan lebih. Apabila dia membatalkan restu-Nya, ribuan dinar tidak akan mempu melakukan hal yang dapat dilakukan satu danaq. Apabila dia menugaskan seekor kucing untuk menyerang singa, ia akan menghancurkan singa, seperti dilakukan ngenat pada Namrud. Bila Dia menugaskan singa, singa akan menggigil di hdapannya, atau kalau tidak singa yang sama itu akan jadi keledai. Mirip sejumlah darwisy mengendari singa.

Bila Dia berkehendak, api jadi dingin dan menyelamatkan
(Q. 21 : 69), untuk Ibrahim.

Api berubah menjadi taman mawar karena tidak ada perintah Tuhan untuk membakarnya. Sederhananya, mereka yang sadar bahwa apa pun berasal dari Tuhan, segala sesuatu sama.

Kami berharap kepada Tuhan bahwa engkau mendenegar kata ini dari dalam diri, karena di sana terletak manfaat. Seribu perampok barangkali berasal dari luar, tetapi mereka tidak mampu membuka pintu sampai pencuri lain membantu mereka dengan membukakan pintu dari dalam. Engkau dapat berkata seribu kata dari luar, tetapi sejauh tidak ada seorang pun dari dalam mengatakan bahwa mereka benar, itu tidak akan bermanfaat. Seperti pohon, sejauh tidak terdapat kesegaran di dalam akar, tidak akan berbeda betapa pun engkau mengairinya. Pertama-tama mesti ada kesegaran di dalam akar agar air bermanfaat. “Meski orang melihat ratusan ribu cahaya, cahaya terletak hanya pada sumbernya.” Meskipun seluruh dunia dibangun di dalam cahaya, orang yang matanya tidak cerah tidak akan mempu meihatnya.

Hal yang paling utama adalah kemauan memahami di dalam jiwa. Jiwa adalah satu hal, ruh hal lain. Tidaklah engkau lihat betapa jiwa mengembara ke luar selama tidur? Sementara ruh tetap berada di dalam tubuh, jiwa berkelana dan menjadi sesuatu yang lain. Ketika Ali berkata, “Yang mengetahui jiwanya, Tahu Tuhannya.”

Yang dia perbincangkan adalah jiwa ini. Apabila kita berkata dia membicarakan jiwa ini, maka itu bukan berkenaan dengan hal kecil. Pada sisi lain, jika kami menjelaskan dia sebagai jiwa itu, pendengar akan memahami itu sebagai jiwa yang sama karena dia tidak mengetahui jiwa itu. Sebagai contoh, apabila engkau memegang cermin kecil, tidak akan berbeda yang ditunjukkannya besar ata pun kecil, karena bayangan dalam cermin masih benda itu sendiri. Memang mustahil ini disampaikan melalui perantara kata, Perkataan hanya cukup menghasilkan sebuah petunjuk untuk rangsangan.

Di luar yang kita katakan ada sebuah dunia untuk kita cari. Dunia dan kesenangannya ini dibagikan kepada sifat binatang manusia; mereka adalah makanan untuk kebinatangannya. Yang paling utama di dalam diri manusia sedang mengalamai kemerosotan. Manusia dinamai binatang bernalar, maka dia memiliki dua hal. Yang memberi makan kebiatangannya di dunia ini adalah nafsu dan hasrat. Tetapi makanan untuk bagian hakikatnya adalah pengetahuan, kebijakan, dan pandangan Tuhan. Karakter kebinatangan manusia selalu menghindari yang nyata, dan naluri kemanusiaannya terbang dari dunia ini. Salah satu di antara kalian adalah orang kafir, dan yang lainnya adalah orang beriman
(QS. 64 : 2).

Ada dua person yang berselisih di dalam makhluk ini. “Dengan sisapa keberuntungan menyertai? Siapa yang akan diberi kebaikan oleh nasib baik?”

Tidak ada keraguan, dunia ini sedang berasa di tengah musim dingin. Kenapa benda mati dinamai benda “padat”? Karena mereka semua “membeku”.

Bebatuan, pegunungan, dan penutup lain yang jadi pakaian dunia ini “membeku”. Apabila dunia ini bukan di tengah musim dingin, kenapa dia membeku? Konsep tentang dunia adalah sederhana dan dapat dilihat. Seseorang dapat mengetahui sesuatu dari dampaknya. Dari dampak orang mengetahui ada hal seperti angin dan dingin. Dunia ini bagaikan di tengah musim dingin ketika segala sesuatu membeku dan memadat. Semacam apakah di tengah musim dingin? Sebuah mental di tengah musim dingin, bukan sesuatu yang nyata. Ketika hembusan “ilahi” datang, pegunungan dunia ini akan mencair dan berubah menjadid air. Sama halnya uap di tengah musim panas menyebabkan segala hal yang membeku cair, demikian pula pada Hari Kebangkitan, ketika hembusan itu datang, segalanya akan mencair.

Tuhan mengelilingimu dengan tentara kata-kata, baik untuk menolak musuhmu atau untuk menyergap kekuatan musuh. Musuh di dalam adalah musuh sejati. Jika bisa menundukkan musuh yang di dalam, musuh dunia luar bukanlah apa-apa. Dapat jadi apa mereka? Tidakkah engkau lihat betapa ribuan orang kafir menjadi tawanan seorang kafir, siapa raja mereka? Satu orang kafir adalah tawanan pikiran. Kita sadari kemudian, bahwa pikiranlah yang harus dihadapi dan dikuasai, karena dengan mengetahui kelemahan seseorang, berarti pikiran ribuan orang tertawan. Pertimbangkan kekuatan apa dan kemegahan apa di sana, betapa musuh dapat disergap, dan betapa dunia tertaklukkan ketika tidak terbatas!

Ketika aku melihat dengan jelas seratus ribu bentuk tanap ikatan dan segerombolan tanpa akhir, rombongan demi rombongan,a dalah tawanan orang yang pada gilirannya akan ditawan pemikiran menyedihkan. Seluruh mereka adalah tawanan dari pikiran. Bagaimana jadinya mereka apabila pikiran itu agung, tanpa akhir, penting, suci, dan luhur? Kemudian kita sadari bahwa pikiranlah yang penting; bentuk menjadi hal kedua, sekedar alat.

Tanpa pikiran, bentuk adaalah “zat padat” tiada guna. Siapa pun yang hanya melihat bentuk dirinya adalah “zat padat” tiada guna. Siapa pun yang hanya melihat bentuk dirinya adalah “zat padat” dan tidak memiliki jalan mencapai makna hakikat. Dia anak kecil dan tidak dewasa, meski pun secara fisik bisa jadi berumur ratusan tahun.”Kami telah kembali dari perjuangan kecil menuju perjuangan besar.” Yakni pulang dari peperangan dengan bentuk untuk berperang dengan musuh “resmi”. Sekarang kita melakukan perang dengan pikiran agar pikiran baik mengalahkan yang buruk dan memaksa mereka keluar dari kerajaan tubuh.

Di dalam perjuangan ini, peperangan besar ini, gagasan amatlah penting dan berlaku tanpa alat tubuh. Karena sebagaimmana Intelek Aktif membalikan dunia langit tanpa sebuah alat, maka gagasan tidak memerlukan peralatan untuk melakukan itu. “Engkau adalah substansi (hakikat), dunia ini dan seluruh isinya adalah aksiden. Tidak cocok mencari hakikat di dalam aksiden. Mengislah mereka yang mencari pengetahuan dari hati; tertawalah pada mereka yang mencari nalar dari jiwa.” Orang mesti tidak berdiam di dalam sesuatu yang aksiden.

Mencari kesturi sendiri melalui baunya dan bukan bau itu sendiri – dan tidak puas hanya dengan sekedar bau – adalah baik. Meski demikian, tinggal apda bau kesturi adalah buruk, karena orang berpegang pada sesuatu yang tidak abadi. Bau adalah pelengkap bagi kesturi, tetapi bertahan hanya sepanjang kesturi berada di dunia ini. Ketika dia pergi “di belakang hijab” ke dalam dunia lain, mereka yang hidup oleh bau akan mati karena bau yang bertaut pada kesturi sekarang telah pergi ke tempat yang mengejawantah sebagai kesturi. Meski begitu, sangat beruntung orang yang mencapai kesturi melalui bau dan “ menjadi” kesturi itu sendiri.

Akhirnya, jadi abadi di dalam hakikat kesturi dan mengambil sifat kesturi, dia tidak pernah kehabisan. Setelah itu, dia mengabarkan harum kesturi itu pada dunia, dan dunia akan hidup melaluinya. Apa yang tertinggal sebelumnya, tak bersisa amelainkan nama. Seperti kuda, atau binatang lain, yang kembali menjadi garam di dalam lubang garam. Tiada lagi selain nama yang tertinggal bahwa mereka pernah jadi kuga, karena yang namapak dalam perbuatan dan dampaknya adalah lautan garam. Apa bahayanya nama melakukan itu? Ia tidak akan membawanya ke luar dari wilayah garam. Bahkan apabila engkau menamai tambang garam dengan nama lain, rasa garam tidak akan berkurang.

Meski demikian, orang harus melewati kesenangan dan kebahagiaan yang hanya sekedar bayangan dan pantulan dari kenyataan. Orang mesti tidak puas dengan ukuran kecil ini, yang meski pun adalah rahmat Tuhan dan bayangan keindahan-Nya, tetapi masih tidak ajeg. Ia ajeg di dalam hubungannya dengan Tuhan, tetapi tidak di dalam hubungannya dengan manusia lain. Ia bagaikan cahaya matahari yang bersinar ke dalam rumah. Meski pun itu cahaya matahari, dia masih tetap bertalian dengan matahari. Dan ketika matahari terbenam cahayanya akan menghilang. Maka, orang mesti menjadi matahari agar dia tidak takut pada perpisahan.

Ada “pmeberian” dan ada “pengetahuan”. Sejumlah orang memiliki bakat dan pembawaan tetapi tidak memiliki “pengetahuan”. Sebagian lagi memiliki “pengetahuan” tetapi tidak memiliki “pemberian”. Orang yang meiliki keduanya betul-betul beruntung dan tanpa bandingan. Demi contoh, akan kami ceritakan tentang seorang manusia yang pergi menelusuri jalan. Tetapi dia tidak tahu apakah itu jalan yang benar atau salah. Dia melangkah dengan buta, berharap akan mendengar kokok ayam atau melihat beberapa tanda perkampungan. Sekarang, dengan apa manusia ini diperbandingan dengan orang yang mengetahui jalan dan tidak membutuhkan tanda atas pos bimbingan? Dia tahu yang dia lakukan. Maka, mengetahui berarti melampaui segala sesuatu.

Menu