Orang yang baru saja datang itu adalah kekasih yang memiliki kerendahan hati. Sifatnya memang demikian. Dia seperti cabang yang memiliki demikian banyak bebuahan hingga menyebabkan cabangnya turun, sementara cabang yang tidak memiliki buah-buahan bagaikan pohon yang menyangga kepalanya tinggi-tinggi. Apabila terlalu banyak bebuahan, cabang akan kurang merunduk karena berat.
Nabi Muhammad memang demikian luar biasa rendah hati karena seluruh “buah-buahan” dunia, dari awal hingga akhir, telh terkumpul di dalam dirinya. Dia niscaya orang yang paling rendah hati dari seluruh manusia. “Di dalam keselamatan, tidak ada seorang pun mampu mendahuli pesuruh Tuhan.”
Yakni tidak seorang pun mampu mengucapkan salam keselamatan sebelum Nabi Muhammad melakukannya karena dia, sedemikian rendah hati, selalu menyelami yang lain pertama kali. Apabila dia memberi kesempatan untuk tidak mengucapkan salam pertama kali, dia masih rendah hati dan akan berbicara lebih dahulu karena perilaku salam telah terdengar dan didpelajari dari beliau. Segala sesuatu milik masa lalu dan masa kini adalah pantulannya : mereka semua bayang-bayangnya.
Apabila bayang-bayang masuk rumah mendahului manusianya sendiri, pada kenyataannya dia lebih dahulu bahkan apabila bayangannya terlihat lebih dahulu secara fisikal. Tidak peduli betapa pun banyaknya bayangan mendahului, bayangan itu muncul dari manusia. Ciri khas itu tidak dimiliki kehadiran yang muncul, tetapi pada awal sesuatu. Mereka telah berada di dalam atom dan bagian manusia, sebagian cerah, sebagian setengah bercahaya, sebagian gelap. Mereka mampu mewujudkan diri mereka di dalam kehadiran, tetapi kecerahan dan kecahayaan dimiliki oleh waktu awal. Atom manusia lebih jernih dan cerah di dalam diri Adam, dan dia semakin rendah hati.
Sejumlah orang telah disalami pada awal dan sebagian lagi di akhir. Mereka yang mencari pada akhir sangat berdaya dan agung karena pandangan mereka berada di akhir. Mereka yang mencari pada awal bahkan lebih terpilih. Mereka mengatakan, “Apa gunanya mencari pada akhir? Ketika gandum disebar pada awal, gerst tidak akan tumbuh pada akhirnya. Ketika Gerst disebar, gandum tidak juga tumbuh.” Pandangan mereka berada di permulaan sesuatu.
Ada kelompk lain yang lebih terpilih yang tetap mencari tidak pada permulaan maupun pada akhir sesuatu. Mereka tentu tidak berpikir tentang awal dan akhir, mereka terserap di dalam Tuhan. Sekelompok lain terserap di dalam dunia dan tidak mencari pada akhir atau pun awal keluar dari ketidakpedulian ekstrim; mereka adalah calon penghuni neraka.
Memang nyata bahwa Muhammad adalah asal mula, karena Tuhan berfirman kepadanya:
“Apabila tidak untukmu, Aku tidak akan menciptakan surga.”
Apa pun keberadaan – misalnya keagungan, kerendahan hati, kewenangan, dan keadaan tinggi – semuanya adalah hadiah dari dia, bayang-bayang dia, karena mereka mengejawantah melalui dia. Apa pun tangan ini berbuat, dia berlaku sebagai “bayang-bayang” dari pikiran karena “bayang-bayang” pikiran berada di atas perbuatan tangan. Tidak peduli apakah pikiran itu tidak memiliki bayang-bayang dia memiliki “bayang-bayang yang tidak berbayang”, sangat mirip dengan anggitan “ ada” hadir tanpa menjadi hadir. Apabila tidak ada bayang –bayang pikiran di atas manusia, tidak satunpun anggota tubuhnya akan bekerja – tangan tidak akan meraih dengan benar, kaki tidak akan mampu berjalan dengan benar; mata tidak akan melihat telinga tidak akan mendengar.
Anggota tubuh dan organ kemudian akan berlaku dengan benar sebagaimana sehrusnya karena bayang-bayang pikiran. Di dalam kenyataan, seluruh fungsi ini datang dari pikiran. Anggota tubuh dan organ sekedar alat. Sama halnya, da manusia agung di sana, wali zamannya, yang bagaimana Intelek Universal. Pikiran manusisa bagaikan anggota tubuhnya. Segala yagn dia lakukan bersal dari bayang-bayangnya. Apabila mereka melakukan tidak dengan baik, itu karena intelek Universal menahan bayang-bayangnya. Sama halnya, ketika manusia mulai gila dan tidak lagi melemparkan bayangan terhadapnya, itu berarti dia terlepas dari bayang-bayang dan perlindungan pikiran.
Pikiran adalah satu jenis yang sama dengan malaikat, meski pun malaikat memilki sayap sedang pikiran tidak memilikinya. Pada hakikatnya kedua hal itu memiliki sifat yang serupa. Jika ada dua hal memiliki fungsi yang sama, maka seseorang harus mempertimbangkan bentuk malaikat, mereka hanya akan menjadi intelek sejati, yang tidak memiliki sayap. Kami sadar kemudian bahwa malaikat merupakan intelek sejati yang telah diwujudkan. Pada hakikatnya, mereka dinamakan “intelek yang terejawantah.” Sama halnya, apabila engkau membuat burung dari lilin, lengkap dengan bulu dan sayapnya dia akan tetap sebagai lilin.
Tidakkah engkau lihat ketika bulu, sayap, kepala, dan kaki burung itu dilelehkan, ia akan kembali menjadi lilin? Tak ada lagi bentuk yang tersisa : seluruhnya menjadi lilin. Kami menyadari kemudian bahwa itu adalah lilin selamanya dan burung yang terbuat darinya hanyalah lilin. Sama saja, es adalah air, bukan apa-apa. Ketika engkau melelhkannya, tak ada sesuatu pun selain air. Sebelum berubah ke bentuk asalnya, ia adalah air yang tak tergenggam oleh tangan. Saat ia membeku, tangan dapat menggenggamnya. Maka, dua hal yang berbeda sebenarnya intinya merupakan satu hal yang sama. Es adalah juga air. Keduanya serupa.
Beginilah keadaan manusia: mereka membawa bulu malaikat dan mengikatnya pada ekor keledai. Dengan bulu keledai itu manusia berharap dapat berbincang dengan malaikat dan memperoleh ciri khas malaikat:
Isa menumbuhkan sayap kecerdasan
Dan terbang mengatas ufuk langit
Andai keledainya bersayap sebelah
Itu tentu bukan lagi seekor keledai.
Lebih mengagumkan lagi jika keledai itu bisa menjadi manusia? Tuhan berkuasa atas segala sesuatu.
Bukankah ketika masih bocah, manusia persis malah lebih buruk daripada keledai. Bocah seringkali memegang kotoran, lalu memasukkan tangan itu ke mulut, dan diisapnya. Sang Ibu memukul bocah, agar tak lagi melakukan perbuatan itu. Keledai merupakan analog yang tepat dalam persoalan ini.
Ketika kencing, bocah – sebagaimana juga keledai – melebarkan kaki untuk menghindari tetesan air seni. Jika Tuhan mampu mengembalikan bayi, yang lebih buruk daripada keledai, ke dalam diri manusia, apakah hal mengagumkan jika Tuhan mengembalikan keledai ke dalam manusia. Bagi Tuhan, Tidak ada sesuatu pun yang mustahil.
Pada Hari Kebangkitan seluruh anggota tubuh (tangan, kaki dan seterusnya) akan berbicara satu demi satu. Para filosof menjelaskan bahwa yang dimaksud berbicara ialah bukan berarti mengucapkan sesuatu, tapi mengisyaratkan sesuatu lewat sejumlah tanda atau lainnya. Tanda yang sama seperti bekas luka hingga orang lain mampu mendengarkan “suara” bahwa ia terbakar. Jika terasa perih, itu berarti tangan “mengatakan” dan “menceritakan” bahwa dirinya tergores pisau. “Perkataan” tangan dananggota tubuh lainnya, bagi para filosof, akan mirip dengan anlog tersebut.
Orang Sunni mada hari itu, tangan benar-benar berbicara secara gamblang sebagaimana yang dilakukan lidah. Pada Hari Kebangkitan seorang manusia bisa saja mengingkari pencurian yang telah dilakukannya, tetapi tangan akan berkata dengan jujur. “Ya, engkau memang mencuri, karena akulah yang telah mengambilnya.” Pada saat itu, manusia akan terheran-heran dan berkata pada tangan dan kakinya, “Engkau sebelumnya tak pernah berkata-kata. Bagaimana mungkins ekarang engkau mampu berbicara?” Mereka akan menjawab, “Tuhan telah membuat kami berbicara, Dialah yang memberikan pengucapan kepada segala hal
(QS. 41 : 21).
Dia amembuat aku berbicara, sebagaimana juga yang lain yang menyebabkan pintu, dinding, dan tanah liat semuanya berbiara. Pencipta yang mampu membekali segala sesuatu dengan kemampuan berucap memberiku kemampuan itu, sebagaimana Dia memberi kekuatan pada lidah untuk bicara,” “Lidahmu yang memiliki kemampuan berbicara adalah seonggok daging, seperti juga tanganmu. Betulkan lidah bebicara karena kemampuannya? Dari banyak hal tersebut di atas, maka bukan hal mustahil jika tangan berbicara. Lidah sekedar suruhan Tuhan. Ketika Dia memerintahkannya, dia akan berbicara; dan dia akan berbicara apa pun yang mesti dikatakan-Nya.
Kata-kata mengalir dari lidah manusia sesudai dengan kapasitas dan kemampuan manusia. Kata-kata bagaikan air yang dialirkan oleh penjaga pengairan. Air akan mengalir sesuai dengan keinginan sang penjaga. Air tidak mengetahui ke ladang mana, atau ke tampat mana ia akan dialirkan? Mungkin dia akan mengalir ke ladang mentimun, atau ke petak ladang kol, ldang bawang, atau mungkin juga ke taman mawar. Aku tahu bahwa ketika begitu banyak air yang mengalir, tentu ada banyak ladang kering di suatu tempat di sana.
Ketika hanya sedikit air yang mengalir, lantas aku tahu bahwa petak yang perlu diairi kecil, hanya taman dapur atau taman kecil berdinding. “Dia akan memperhitungkan dan mengukur kebajikan melalui lidah menceramah sesuai dengan kapasitas dan kemampuan para pendengarnya.” Katakan andaikan aku pembuat sepatu, ada banyak kulit yang tersedia, tetapi aku akan memotong dan menjahit hanya sebagian saja yang pas untuk kaki.
Aku adalah bayang-bayang manusia, aku adalah ukurannya
Seberapa tinggi bayangan? Setinggi itulah aku.”
Di dalam ladang di bumi terdapat binatang kecil yagn hidup di dalam kegelapan sepenuhnya. Dia tidak memiliki mata atau telinga karena tempat yang dijadikan rumahnya tidak memerlukannya. Karena dia tidak membutuhkannya, kenapa harus diberi mata? Tuhan tidak memberi mata bukan karena Tuhan tidak memilki persediaan mata dan telinga, atau karena Dia pilihn kasih, tetapi karena Tuhan memberikan pada makhluknya sesuai dengan kebutuhannya. Apa-apa yang tidak dibutuhakn akan memberatkan. Hikmah dari rahmat Tuhan adalah untuk menghapuskan beban. Kenapa mereka mesti menjatuhkan beban kepada seseorang? Sebagai contoh, apabila engkau memberi penjahit peralatan pertukangan seperti kapak, gergaji, dan kikir lalu mengatakan kepadanya untuk mengambil peralatan itu, mereka akan merasa terbebani karena tidak mampu untuk menggunakannya.
Tuhan akan memberikan pada makhluknya sesuai dengan kebutuhan. Mirip dengan cacing yang hidup di bawah bumi di dalam kegelapan, terdapat orang merasa berbahagi berada dalam kegelapan dunia ini. Dan mereka tidak membutuhkan dunia lain atau hasrat apa pun untuk melihat itu. Apa yang akan mereka lakukan dengan “mata pandangan” atau “telinga pemahaman.”? Mereka bergaul di dunia ini dengan penginderaan mata yang mereka punya. Dan karena mereka tidak memiliki perhatian untuk beranjak ke sisi lain, kenapa mereka mesti diberi kekuatan pandangan yang tidak akan mereka gunakan?
Jangan berpikir bahwa tidak ada pengembara di jalan itu
Atau berpikir bahwa sifat sempurna itu pergi tanpa meninggalkan jejak.
Hanya karena engkau tak mengetahui rahasia
Engkau pikir tidak ada orang lain di sana.
Pada saat ini dunia mendapatkan nafkahnya dari keacuhan manusia.nseandainya saja tak ada keacuhan, niscaya kehidupan dunia ini akan berhenti. Hasrat pada Tuhan, ingatan pada dunia lain, “pemabukan”, dan kebahagiaan adalah arsitek dunia lain. Apabila setiap orang tidak terbiasa dengan dunia aitu, kita semua akan mencampakkan dunia ini dan pergi ke sana. Meski demikian, Tuhan menginginkan kita berada di sini hingga terdapat dua dunia. Pada Akhir Dunia ini, Dia telah menempatkan dua penghulu, ketidakpedulian dan kepedulian, dan kedua dunia itu akan terus berkembang.