Jauhar, pelayan sultan, berkata, “Selama hidupnya, manusia dilatih lima kali pada bagian iman. Kata-kata tersebut tidak dapat dia pahami dan dia ingat dnegan benar. Apa yang akan ditanyakan kepadanya setelah mati, dan akan dilihat sejauh mana dia telah melupakan jawaban atas pertanyaan yang telah dia pelajari?”
Aku mengatakan bahwa ketika seorang manusia melupakan apa-apa yang pernah didpalajari, dia akan menjadi, sebagaimana awalnya manusia, bersih tanpa kesalahan, sesuai dengan pertanyaan yang belum dipalajari sebelumnya. Engkau, yang pernah emndengarkan kata-kataku selama beberapa kali, menerima sejumlah kata-kataku itu. Engkau telah mendengar kata-kata itu seperti sebelumnya lalu engkau menerima lagi kata-kata seperti itu. Dari keseluruhan ucapanku, hanya sebagian dari kata-kataku yang engaku terima, dan sebagian yang lain engkau ragukan.
Bisakah seseorang untuk mendengar penolakanmu, penerimaan, atau kesepakatan daam dirimu? Tidak, karena tidak ada organ untuk mendengarkan hal semacam itu. Tidak peduli betapa berat engkau mendengar, tidak ada bunyi dari dalam diri yang akan mencapai telingamu. Apabila engkau mencari ke bagian dalam tubuh, engkau tidak akan menemukan “pembicara”. Kedatanganmu mengunjungiku seperti ini, pada hakikatnya merupakan bentuk pertanyaan tanpa organ suara atau lidah, sebagaimana apabila dikatakan, “Tunjukkan kepada kami suatu cara dan buatlah lebih jelas apa yang telah engkau tunjukkan itu.”
Dan sikap duduk kami seperti ini bersama engkau, baik berdiam diri atau berbiara, adalah tanggapan untuk pertanyaan batin darimu. Ketika engaku meninggalkan tempat ini dan kembali melayani raja, tempat pertanyaan dan jawabannya ditujukan. Setiap hari raja dengan diam-diam menanyai pelayan-pelayannya, “Bagaimana keadaanmu?” dan “Bagaimana engkau makan?”, atau “Bagaimana rupamu saat ini?” Apabila siapa pun memandang curiga keapdanya – dan tanggapannya tentu kebanyakan curiga – dia tidak akan mampu untuk menanggapi dengan lagnsung. Itu seperti seseorang yang berlidah kelu, dia tidak mampu membentuk kata-kata dengan benar, tidak peduli betapa keras dia mencobanyak.
Ketika pandai emas memukul logam, dia bertanya kepada emas sesuatu, dan menanggapi kepadanya apakah dia murni atau campuran.
Pencari logam sendiri mengatakan kepadamu, apabila engkau ternoda
Apakah engkau emas atau tembaga bersepuh emas.
Orang lapar “menanyai” sesuatu dari alam. Seperti sebuah ungkapan, “Ada pecahan di dalam dinding rumah seseorang. Beri aku satu batu bata. Beri sejumlah tanah lempung,” Makan merupakan “tanggapan”, sebagaimana meskipun alam berkata, “Ini, ambillah”. Tidak amakn, juga merupakan sebuah “tanggapan”, sebagaimana alam berkata, “Masih belum membutuhkan sekarang. Batu bata masih belum mengering. Engkau semestinya tidak mengetuk sekarang ini.”
Seorang dokter datag dan memeriksa nadimu. Berarti dia sedang “bertanya”. Dan detak nadimu adalah tanggapannya. Pengujian air senimu adalah bentuk dari “pertanyaan” dan “tanggapan” yang sederhana. Menyebarkan benih di atas tanah adalah “pertanyaan” untuk jenis buah-buahan tertentu pertumbuhan pohon adalah tanggapan tanpa kata-kata. “Pertanyaan” itu tanpa kata-kata. Ketika benih membusuk, pohon tidak akan bertunas. Dan ini pula adalah pertanyaan dan jawaban. “Tidakkah engkau telah belajar bahwa respon dengan “tanpa jawaban” adalah juga jawaban?”
Seorang raja membaca tiga permintaan dari seorang rakyat tetapi tidak menulis jawaban. Rakyat yang menulis keluhan itu, berkata, “Saya memiliki tiga permintaan. Apabila permintaan saya diterima, silahkan katakan demikian. Apabila tidak, silahkan katakan demikian!” Pada abagian belakang permintaan raja menulis, “Apakah engkau belum menyadari bahwa tiadanya jawaban adalah sebuah jawaban?”
“Jawaban bagi orang bodoh adalah diam.” Pohon yang tidak tumbuh adalah “tiada jawaban” dan berarti suatu jawaban. Setiap gerak yang dibuat oleh manusia adalah “pertanyaan”, dan apa pun yang terjadi kepadanya, duka dan gembira, adalah “jawaban”. Ketika mendengar jawaban yang menyenangkan, orang mesti berterima kasih. Dan terima kasih mesti sesuai dengan pertanyaan yang diterima seseorang. Apabila jawaban tidak menyenangkan, orang harus meminta maaf dan tidak bertanya dengan pertanyaan seperti itu lagi.
Maka ketika penderitaan Kami kirimkan kepada mereka, mereka tidak merendahkan diri, melainkan hati mereka menjadi semakin keras
(QS. 6 : 43).
Yakni, mereka tidak memahami bahwa jawaban akan sesuai dengan pertanyaan mereka. Dan setan menyiapkan untuk mereka atas apa yang mreeka lakukan
(QS. 6 : 43)
yakni, mereka melihat jawaban pada pertanyaan sendiri dan berkata, “Jawaban buruk itu tidak sesuai dengan pertanyaan ini.” Mereka tidak tahu bahwa asap muncul dari ranting, bukan dari api. Semakin kering ranting, semakin sedikit asap muncul. Ketika engkau mempercayakan teman kepada tukang kebun lalu suatu bau busuk muncul, salahkanlah tukang kebun, bukan taman.
Seorang laki-laki ditanya kenapa dia sampai tega membunuh ibunya. “Saya melihal hal yang tidak tampak,” kata dia.
“Engkau semestinya membunuh seseorang yang asing,” seseorang bicara padanya.
“Maka saya harus membunuh satu orang setiap hari,” jawab laki-laki itu.
Sekarang, apa pun yang terjadi, disiplinkan jiwamu kalau-kalau engkau mesti melakukan peperangan dengan seseorang setiap hari. Apabila yang lain mengatakan segalanya berasal dari Tuhan (QS. 4 : 78), kami katakan bahwa keniscayaan untuk menghukum jiwa seseorang dan membuang dunia, juga berasal dari Tuhan.
Perkara ini sama seperti seorang laki-laki mengguncangkan buah aprikot agar jatuh dari pohonnya, lalu memakan buah itu. Ketika pemilik kebun menangkap basah, lalu berkata, “Tidakkah engkau takut pada Tuhan?”
“Kenapa aku harus merasa takut?” orang itu berkata. “Pohon aprikot itu milik Tuhan dan aku, pelayan Tuhan, memakan yang menjadi miliknya.”
“Aku mesti membuat jawaban untukmu,” sang pemilik pohon berkata, lalu memerinthkn pegawainya, “Ambillah beberapa potong tali, ikat dia pada pohon ini, dan pukul dia sampai jelas jawabannya.”
“Tidakkah engkau takut pada Tuhan?” lelaki itu berteriak.
“Kenapa aku harus merasa takut?” jawab pemilik kebun. “Engkau pelayan Tuhan, dan ini adalah tongkat Tuhan yang aku pukulkan kepada pelayan-Nya.”
Pokok dari semua ini adalah bahwa dunia itu seperti gunung. Apapun yang engkau katakan, baik atau buruk, akan bergaung pada gunung itu. Apabila engkau bayangkan membuat bunyi indah tetapi gunung memberi jawaban buruk, sama absurd nya dengan pikiran bahwa seekor burung bulbul bernyanyi pada gunung dan dijawab dengan suara dari gagak, manusia, atau keledai. Ketahuilah kemudian dengan pasti bahwa itu adalah engkau yang telah membuat suara keledai.
Ketika engkau datang di gunung, buatlah suara indah.
Kenapa meringkik bagaikan keledai di atas gunung.
Kubah biru langit membuatmu bersuara indah.