Pengetahuan Berasal Dari Dunia Tanpa Bunyi, Tanpa Suara, Tanpa Kata-Kata


Orang-orang yang sedang belajar di suatu tempat berpikir bahwa jika mereka telah datang di tempat itu, mereka harus melupakan pelajaran yang dahulu telah mereka terima, atau mereka akan “dikeluarkan” dari sekolah itu. Sebaliknya, ketika mereka datang ke sana pengetahuan mereka menjadi hidup.

Pembelajaran itu bagaikan ringkasan yagn kosong. Ketika pembelajaran mencapai jiwa, ia bagaikan suatu bentuk tak bernyawa yang muncul pada kehidupan. Seluruh pengetahuan ini berasal dari dunia “tanpa bunyi tanpa suara” dan diterjemahkan ke dalam dunia bumi dan suara di sini.

"Tuhan berbicara kepada Musa, berbincang-bincang dengannya"
(QS. 4 : 64).

Benar bahwa Tuhan telah “berbicara” kepada Musa tetapi tidak melalui bunyi atau kata, bukan oleh alat kerongkongan atau lidah. Orang membutuhkan kerongkongan dan bibir untuk menhasilkan kata-kata, tetapi Tuhan berbicara melampaui hal-hal seperti bibir, mulut, kerongkongan. Maka Nabi Muhammad berbincang dengan Tuhan di dalam dunia tanpa bunyi, danpa suara dengan cara yang tidak dapat dipahami oleh khayalan intelek-intelek fana semacam itu. Meski demikian, Nabi-nabi keluar dari dunia tanpa suara dan tanpa bunyi ke dunia kata-kata, menjadi seperti anak-anak untuk kepentingan anak-anak di sini, sebagaimana sabda Nabi Muhammad, “Aku diutus untuk menyeru.”

Sekarang, meskipun jamaah ini, memiliki kata-kata dan suara sebagaimana adanya, mereka tidak dapat menyentuh wilayah itu, mereka mendapatkan kekuatan untuk tumbuh dari nabi atau orang suci. Mereka mendapat kenyamanan dan kekuatan pada ibunya, meskipun barangkali dia tidak mengenali setiap rinci ibunya – seperti buah-buahan yang merasa nyaman pada cabang pohon dengan sempurna. Dengan cara seperti itu pula seseorang diperkuat dan mendapat tenaga karena kata-kata orang agung, meskipun mereka tidak mengetahui orang agung itu dan tidak dapat memahaminya.

Di dalam seluruh jiwa terdapat keyakinan bahwa ada sesuatu di dunia sana. Di sana terdapat dunia agung yang melampaui nalar, melampaui akta-kata dan bunyi. Tidakkah engkau lihat betapa seluruh orang cenderung untuk melihat orang gila? Mereka berkata, “Mungkin itulah yang dimaksudkan dengan “ini”. Memang benar “itu” hadir, tetapi mereka keliru terhadap lokusnya. “itu” tidak hadir pada intelek, teapi tidak segala hal yang tidak ada dalam intelek adalah “itu”. Setiap kenari memang bulat, teapi tidak semua benda bulat adalah kenari. Terdapat petunjuk tentang hal itu di dalam apayang telah kita katakan.

Meskipun dapat hadir pada keadaan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata dan undang-undang, masih saja intelek dan jiwa yang dikuatkan dan dinafkahi olehnya. “Itu” tidak hadir dalam orang gila yang dikerumuni orang-orang, karena mereka tidak girang dengan dirinya, tidak pula nyaman pada aorang gila itu, meskipun mereka pikir demikian. Apa yang mereka temukan bukanlah kenyamanan. Seorang anak yang terpisahkan dari ibunya barangkali menemukan kenyamanan sementara waktu dengan hal lain, tetapi kita tidak mengatakan hal itu sebagai kenyamanan itu sekedar contoh keliru untuk menentukan kepastian.

Dokter akan mengatakan apa pun yang diperbolehkan dan dianggap menyelaraskan untuk tubuh, sehingga seseorang akan mendapat kekuatan dan darahnya termurnikan. Tetapi hal itu akan berguna sejauh orang itu tidak memiliki penyakit. Sebagai contoh, seorang pemakam lumpur menemukan lumpur yang menyenangkan, tetapi kita tidak dapat mengatakan bahwa hal itu bermanfaat baginya. Sama halnya, penderita kolera bisa jadi menyukai masakan asam dan tidak mengandung gula, tetapi itu tidak menandakan bahwa dia mendapat kesenangan darinya karena apa yang dia lakukan berdasar pada kekeliruan, yang benar-benar menyenangkan adalah yang disukai seseorang kettika dia belum jatuh sakit.

Sebagai contoh, apabila lengan seseorang terkilir atau patah dan menjadi bengkok, ahli bedah akan mengubah tangan itu menjadi lurus dan membenarkannya kembali sebagaimana keadaan semulanya. Orang itu tidak akan merasakan bahwa operasinya menyenangkan dan akan menyakitkan.

Kenyataanyya dia lebih suka membiarkan tangannya bengkok, tetapi seorang ahli bedah akan berkata, “Engkau suka tanganmu lurus sebagaimana semula, dan engkau memang menyukainya. Ketika tnganmu bengkok, engkau menderita luka. Sekarang, engkau lebih memilih membairkan tanganmu bengkok, tetapi “kenikmatan” itu salah dan tidak memiliki makna.”

Di dalam cara serupa, ruh menemukan kesenangan ketika mencintai Tuhan di dunia kesucian dan jadi- benar-benar terserap di dalam-Nya, seperti halnya malaikat merasakan kenikmatan yang sama. Apabila mereka terluka dan mengalami kekacauan karena hubungan jiwa dengan tubuh, mereka kemudian lebih suka “makan lumpur”. Nabi dan orang suci yang bertindak sebagai “dokter”, akan mengatakan kepada mereka, “Engkau tidak benar-benar suka.

Kesenanganmu salah. Engkau sebenarnya menyenangi hal lain, tetapi engkau telah melupakannya. Apa yang benar-benar menyenangkan untukmu adalah apa-apa yang engkau sukai pertama kali. Engkau sekarang gmenemukan kekacauan ini menyenangkan. Engkau pikir itu menyenangkan dan tidak mempercayai kebenaran.”

Seorang mistik duduk di depan ahli tata bahasa. Ahli tata bahasa berkata, “Kata-kata hanya bisa jadi satu dari tiga hal : kata kerja, kata benda, atau kata sandang.”

Sang mistik menyeka pakaiannya dan meratap, “Dua puluh tahun dari hidupku, duapuluh tahun perusaha keras mencari dalam kesia-siaan. Aku sungguh-sungguh mengharapkan bahwa seluruh tahun itu ada kata di luar itu semua, teapi engaku menghancurkan harapanku!”

Meskipun sang mistik telah menemukan kata itu dan sampai pada tujuannya. Dia berkata bahwa apa yang dia lakukan itu bertujuan agar ahli tata bahasa itu mengindahkannya.

Sebuah cerita diriwayatkan bahwa ketika kanak-kanak, Hasan dan Husain melihat seorang laki-laki salah ketika melakukan wudlu, ia berwudlu dengan cara yang tidak sesuai hukum. Mereka ingin mengajari laki-laki itu cara melakukan wudlu dengan benar, maka kemudian keduanya menghampiri laki-laki itu dan salah satu di antara mereka berkata, “Ada seseorang yang mengatakana kepada saya bahwa saya salah melakukan wuldu. Kami berdua akan berwudlu di sini di hadapanmu. Engkau akan melihat siapa di antara kami yang berwudlu sesuai hukum.”

Ketika mereka melakukan wudlu, lelaki itu berkata, “Anakku, wudlumu benar sempurna dan sesuai dengan hukum. Kasihan aku! Memang wudluku yang salah.”

Semakin banyak tamu yang datang, rumah akan semakin dibesarkan, semakin dihiasi, dan semakin banyak makanan yang dipersiapkan. Tidakkah engkau lihat seorang anak yang kecil dalam perawakan, gagasan-gagasannya, yang merupakan tamu, apakah berasda dalam proporsi “rumah” tubuhnya? Dia tidak mengetahui apa-apa di luar susu dan perawatnya, tetapi begitu begitu dia menumbuhkan “tamu’tamunya”, atau gagasannya, jadi semakin berjumlah banyak sekali. Rumahnya diperbesar oleh nalar, pemahaman, dan kearifan.

Ketika tamu bernama cinta muncul, rumah tak lagi mencukupi, maka dia mulai membangun ruangan lain di bawah rumahnya. Hiasan raja, pengiringnya, pasukan dan pengikut berkemah tidak akan cukup untuk masuk ke dalam rumah. Gerbang ini tidak layak atas hiasan itu. Pengiring demikian banyak seperti itu hanya cukup di dalam tempat yang mahaluas pula. Ketika hiasan itu digantungkan, mereka memberikan semua pencahayaan mereka melenyapkan segala kekaburan dan mengungkapkan hal- yang tersembunyi. Kontras dengan hiasan di dunia ini, yang menambah kekaburan. Hiasan yang awal atau hijab adalah lawan dari yang kemudian.

Aku mengadukan kesalahan-kesalahan yang tidak akan aku tetapkan karena
orang-orang membiarkan permintaan maaf dan penyesalanku
Siapa yang tahu apakah air mata lilin berderai
Karena percakapannya dengan api
Atau karena perpisahannya dari sarang madu?

Seseorang berkata bahwa itu dituliskan oleh Qadi Abu Mansur dari Heart. Qadi Mansur biasanya berbicara dalam gaya tersembunyi, memiliki ciri khas ikhtisar dan embel-embel retorika, padahal Mansur tidak dapat menahan dirinya sendiri dan berbicara apa adanya. Seluruh dunia ini adalah tawanan takdir, sementara takdir adalah tawanan Yang Maha Indah. Yang Maha Indah mengungkapkan seluruhnya dan tidak menyembunyikan apa pun.

Seseorang berkata, “Kutip satu halaman kata-kata Qadi.” Setelah mengutip sang guru berkata, “Tuhan memiliki sejumlah pelayan yang berkata kepada perempuan berjilbab, “Angkat jilbabmu, sedemikian rupa hingga kami dapat melihat wajahmu dan mengetahui siapa dan bagaimana engkau. Selama engkau berlalu dengan jilbab, kami tidak dapat melihatmu, dan selalu terdapat kebingungan dalam pikiranku, seperti siapa dan bagaimana orang ini. Aku bukannya akan menjadi sedemikian tergila-gila oleh dirimu apabila melihat wajahmu.” Untuk waktu yang lama ini, sekarang Tuhan telah menjadikanku lebih murni dan tidak berbahaya bagi dirimu. Aku cukup aman untuk tidak terbangkitkan atau tergoda oleh tatapanmu.

Pada sisi lain, apabila aku tidak melihat engkau, aku bingung siapakah orang ini. Aku tidak seperti yang lain, orang badaniah yang melihat wajah cantik seseorang secara terbuka, lalu jatuh ke dalam godaannya dan akhirnya merasa bingung. Semoga keselamatan atas mereka. Memang lebih baik untuk tidak membuka hijab wajah kalau-kalau mereka jadi tergoda. Di depan “orang-orang hati”, memang lebih baik membuka hijab wajah agar bisa melepaskan diri dari godaan.

Seseorang berkata, “Di Khawarazm tidak seorang pun pernah jatuh cinta: Ada begitu banyak perempuan cantik hingga begitu engkau lihat satu orang dan jadi tergila-gila, engkau akan melihat yang lain yang bahkan jauh lebih cantik. Hingga orang jadi letih pada segala hal.” Apabila orang tidak jatuh cinta pada gadis cantik Khawarazm orang itu pasti jatuh cinta dengan Khawarazm itu sendiri karena terdapat gadis cantik demikian banyak jumlahnya, “Khawarazm” itu melambang kemiskinan spiritual, tempat di mana terdapat demikian banyak keindahan hakiki dan bentuk spiritual hingga tidak peduli yang mana pun engkau dekati dan menemukan kepuasan dengannya, yang lainnya muncul dan membuang yang pertama dari pikiranmu. Dan seterusnya tiada henti. Marilah kita jadi pecinta jiwa kemiskinan, yang di dalamnya terdapat keindahan seperti itu!

Menu